+-+Pemberitahuan+-+

Bila foto-foto di sini terlihat kurang bagus, silakan klik di siniatau klik gambar yang anda inginkan untuk melihat gambar langsung dari sumbernya.

Saturday, September 26, 2009

RUU Kesehatan Tuai Kontroversi

Ini dari gugling.com, kutipannya sebagai berikut,


Posted: 23 Sep 2009 07:43 PM PDT

Momen sempit menjelang lebaran kemarin, dimanfaatkan oleh DPR untuk mengesahkan RUU Kesehatan. Padahal menurut Peneliti senior Indonesia Corruption Watch (ICW) Febri Hendri, masih banyak celah pada beberapa pasal aturan tersebut.

Karena itu, ICW bersama sejumlah LSM dan kalangan medis akan kembali meninjau pasal per pasal UU tersebut. Jika peninjauan itu tidak membawa banyak perubahan, maka 80% kemungkinan untuk menempuh jalur judicial review ke MK.

Salah satu pasal yang dinilai Febri kurang pas adalah pasal yang berkaitan dengan hak untuk melakukan tindakan aborsi. Dalam RUU Kesehatan, tindakan aborsi harus mendapatkan persetujuan tokoh atau panel agama. Menurutnya persetujuan dari panel agama itu masih belum dijelaskan secara rinci dan secara birokratis sangat memberatkan.

Pasal yang dinilai bermasalah:

1. Pasal 12 (1) DIM 51: Setiap orang berkewajiban ikut mewujudkan, mempertahankan dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Juga pasal 14 DIM 54: Setiap orang berkewajiban berperilaku sehat untuk mewujudkan, mempertahankan, dan memajukan kesehatan yang optimal. Pemerintah dinilai melepas tanggung jawab dan kemunduran dari UU sebelumnya.

2. Pasal 50 ayat (4) DIM 148: Anggaran kesehatan 3 persen dari total anggaran. Padahal, dalam ayat (2) dan (3) di pasal yang sama tercantum, pemerintah pusat dan daerah masing-masing harus menyediakan anggaran minimal 5 persen untuk sektor kesehatan. Pasal itu dinilai rancu.

3. Ayat (1) DIM 310: Kesehatan kerja ditujukan untuk memungkinkan pekerja hidup sehat dan terbebas dari gangguan kesehatan serta pengaruh buruk yang diakibatkan oleh pekerjaan. Kata memungkinkan tidak memberikan jaminan dan kepastian bagi pekerja untuk terhindar dan terbebas dari gangguan kesehatan dan pengaruh buruk yang bisa ditimbulkan oleh pekerjaannya.

4. Pasal 81 huruf (a): Setiap orang berhak menjalani kehidupan reproduksi dan kehidupan seksual yang sehat, aman, bebas dari paksaan adn/atau kekerasan dengan pasangan yang sah. Pemerintah dinilai tidak mempertimbangkan kelompok perempuan lajang, pernikahan yang tidak tercatat, dsb.

5. Pasal 84 ayat 2 dan 3 DIM 248: Kedaruratan medis sebagai syarat dalam melakukan aborsi. Itu dinilai sangat kabur.

6. Pasal 85 DIM 250: Syarat pengecualian aborsi. Pertimbangan akan ketidaktahuan masyarakat akan waktu 6 minggu kehamilan harus dilihat lagi. Sebab, itu berkaitan dengan sanksi yang akan menjerat pelaku aborsi.

No comments:

Post a Comment